Laman

Jumat, 07 September 2012

Tips - Waktu Pemotretan

Waktu pemotretan atau momen merupakan salah satu faktor penting untuk menghasilkan foto yang bagus, terutama jika kita memanfaatkan pencahayaan yang tersedia (available light). Perencanaan waktu ini perlu dilakukan baik dalam waktu singkat maupun dalam waktu panjang.
Misalnya, jika seorang fotografer menerima job wedding, maka dia harus paham betul run-down acaranya, membagi tugas, mempersiapkan alat dan siap mengabadikan setiap momen yang tidak akan dapat terulang lagi. dalam perencanaan ini waktu harus dihitung dari menit ke menit.
Hal yang sama berlaku juga dalam kategori pemotretan lain, misalnya dalam pemotretan di luar ruangan. Cahaya matahari dari jam ke jam memiliki karakter yang berbeda dan akan menimbulkan tonal, shadow serta mood yang berbeda pula. Berikut contoh foto dari Imanuel di Jakarta. Kameranya digital poket, Samsung ES-15, tapi difoto dengan teknik yang tepat pada momen yang bagus:


Dalam kaitan cahaya matahari dengan fotografi, kita mengenal istilah berikut:
  1. Golden hour, waktu ketika cahaya matahari berwarna kuning keemasan, terjadi pada pagi hari ketika matahari menjelang terbit atau sore hari saat matahari menjelang terbenam. Momen ini berlangsung sekitar 15 hingga 30 menit 
  2. Soft shadow, bayangan lembut yang muncul saat cahaya matahari jatuh miring, biasanya diperoleh pada pagi hari sebelum pukul 9.00 atau sore hari setelah pukul 15.00
  3. Harsh shadow, bayangan yang gelap dan membentuk garis batas yang jelas. Bayangan seperti ini muncul antara pukul 09.00 -15.00 dan biasanya tidak dikehendaki. Untuk mengeliminasi bayangan macam ini harus digunakan alat tambahan seperti reflektor atau lighting
  4. Blue hour, waktu ketika matahari sudah terbenam namun langit masih berwarna biru. Momen ini berlangsung 10-20 menit di Indonesia, tergantung lokasinya. di negara-negara kawasan sub tropis, momen blue hour berlangsung cukup lama pada musim panas
  5. Night tentunya  adalah pemotretan di malam hari saat cahaya matahari tak tersedia lagi. Pemotretan sangat bergantung pada kondisi pencahayaan setempat dengan memanfaatkan aperture lebar atau speed lambat 
Dalam jangka waktu yang lebih panjang, misalnya setahun, juga terdapat moemen-momen yang penting sehingga fotografer bisa membuat kalender sendiri untuk menjadwalkan pemotretan.
Semoga bermanfaat.
Read More..

Tips _ Background yang Blur

"Bagaimana caranya supaya background jadi blur?"

Background blur memang pas untuk menguatkan penampilan obyek utama. Untuk memperoleh background yang blur, ukuran sensor, lebar aperture dan jarak fokus lensa (focal length) sangat menentukan.  Konsekuensinya, backgorund yang blur ini lebih sulit diperoleh jika menggunakan kamera poket. Alasannya:
  1. Sensor kamera poket sangat kecil. Agar gambar dapat tampil tajam, ukuran diameter sensor kamera harus lebih besar daripada lebar aperture. Akibat ukuran sesnsor yang kecil, tidak mungkin digunakan aperture lebar (misalnya f/1.8 atau f/1.4). Rata-rata kamera poket memiliki setting aperture terendah f/3.6, hanya beberapa saja yang memiliki setting f/2.8
  2. Focal length kamera poket  bukanlah panjang fokus secara fisika, tetapi panjang ekuivalen terhadap lensa yang digunakan pada media film 35 mm. Lensa dengan jarak fokus 300 mm pada kamera poket sesungguhnya adalah 66 mm pada kamera film.
Tetapi 'sulit' bukan berarti 'tidak mungkin'. Untuk memaksimalkan blur pada background, berikut beberapa patokan yang dapat digunakan:
  1. Jarak antara obyek utama dan background harus cukup jauh. Sebaiknya jarak obyek ke background lebih besar daripada jarak obyek ke kamera.
  2.  Gunakan jarak fokus atau zoom terpanjang (tele-end), sesuaikan jarak obyek utama dengan jarak fokus ini.
  3. Gunakan mode Aperture Priority (A, Av) dan pastikan untuk menempatkan setting pada bukaan paling lebar (angka paling kecil, misalnya f/2.8 atau f/3.6)
  4. Pada kamera digital poket yang tidak memiliki  mode Aperture Priority, gunakan mode portrait atau - jika memungkinkan - mode makro.
  5. Pada kamera DSLR, gunakan lensa dengan bukaan lebar, mialnya f/1.4 atau f/1.8 
Semoga bermanfaat!
Read More..

HDR Photography


Setelah memperoleh "bahan" untuk diolah dengan teknik HDR, langkah selanjutnya adalah menggunakan software untuk melakukan proses. Beberapa software yang dapat digunakan adalah:
1. Adobe Photoshop (dengan File > Automate > Merge to HDR)
2. Photomatix / Pro
3. Nik Software - HDR Efex Pro
4. Dynamic Photo HDRi
5. dan lain-lain

Pada kesempatan ini saya memakai aplikasi Dynamic Photo HDRi. Bagi Anda yang tertarik untuk mencoba menggunakan software ini, silakan kunjungi: http://dynamic-photo-hdr.en.softonic.com/  untuk mendownload.
Setelah aplikasi ini Anda isntall pada komputer, jalankan sehingga diperoleh tampilan seperti berikut:
Untuk memulai proses pembuatan foto HDR, klik tombol Create HDR file pada kolom kanan paling atas
.
Selanjutnya, klik tombol Add Images di atas kotak paling kiri pada pop-up window dan pilih file yang akan diolah dengan melakukan selection pada 3 file  yang dimaksud, lalu klikOpen.

Selanjutnya akan source file dan preview hasil proses akan ditunjukkan pada kotak tengah dan kanan. Untuk melanjutkan proses, Anda dapat melakukan penyesuaian pada preview, atau langsung klik OK

Tahap selanjutnya adalah alignment. Jika Anda menggunakan tripod saat memotret, alignment mungkin tidak diperlukan, Anda tinggal klik tombol Align Files di kolom kanan untuk setiap kombinasi gambar. Jika alignment otomatis tidak berhasil, Anda dapat melakukannya secara manual dengan slider verticalhorisontal dan rotation di kolom kanan bawah.

Setelah proses alignment selesai, klik OK. Anda akan dibawa kembali ke window utama dengan preview file yang dipilih. Selanjutnya klik tombol Tone Map HDR pada kolom sebelah kanan. 

Langkah ini akan memunculkan window baru untuk prosesTone Mapping dan sebuah window lain yang berisi Quick Guide sebagai petunjuk proses tone mapping. Anda dapat mengklik OK untuk menutup Quick Guide atau F1 untuk memunculkannya kembali.

Dynamic Photo HDRI menyediakan beberapa mode Tone Mapping yang dapat dipilih pada kolom kiri atas dan fine tuningdengan beberapa slider di kolom kiri bawah. Mode yang tersedia adalah:
>; Eye Catching
>; Ultra Contrast
>; Smooth Processing
>; Photographic
>; Human Eye
Anda bisa mencobanya satu persatu untuk mengetahui perbedaannya. Perubahan ini dapat dilihat pengaruhnya pada preview di kolom tengah. Setelah menentukan mode HDR, pengaturan lebih detil bisa dilakukan dengan slider di kolom kiri bawah dan kolom kanan.

Jika Anda sudah memperoleh file HDR yang sesuai dengan selera, selanjutnya klik tombol Process di kiri bawah. Pilihannya adalah:
>; Process and Save untuk langsung menyimpan file HDR yang telah selesai
>; Process and Edit untuk melanjutkan editing gambar dengan aplikasi Photo Bee



Selamat berkreasi!
Read More..

Close Up/ Macro Photography: DSLR vs Prosumer

Beberapa rekan tertarik untuk menekuni dunia kecil yang biasa dikenal dengan close-up photography atau lebih populer dengan istilah makro, akan tetapi merasa bahwa alatnya belum mencukupi. Padahal sebetulnya untuk foto-foto close-up, tidak diperlukan peralatan yang terlalu canggih. Kamera poket pun bisa digunakan untuk foto makro, bahkan punya beberapa kaunggulan karena adanya live-view dan DoF yg lebar (baca catatan saya sebelumnya tentang Aperture di kamera DSLR, prosumer dan poket)


Jika foto obyek yang diperoleh dirasa kurang besar, bisa ditambahkan close-up filter. Ada beberapa pilihan untuk tambahan filter ini:
1. Filter high-end sejenis Raynox Supermacro Scan DCR 250 (harga Rp 900rb)
2. Filter close-up Kenko +1, +2, +4 atau sejenisnya (Rp 200-800rb, tergantung ukuran ring)
3. Membuat sendiri (harga bervariasi, tergantung kreativitas)

Pada kesempatan ini saya coba bandingkan hasil foto close-up pada sebuah obyek berukuran 5 mm x 50 mm. Pemotretan dilakukan di dalam ruangan dengan cahaya dari lampu baca ditambah dengan kertas putih sebagai reflektor. Obyek ditempatkan pada sebuah meja kecil seperti ini:

Untuk memberi gambaran ukuran obyek yang sebenarnya, silakan perhatikan foto saat pemotretan dilakukan dengan cara seperti ini:

Hasil yang diperoleh:
1. Kamera prosumer Canon SX 20 IS ditambah filter close-up buatan sendiri

2. Kamera Sony A200 + Tamron 18-200 mm + Raynox DCR 250

Kedua kamera memiliki resolusi tertinggi 10 MP. Kamera prosumer Canon SX20 IS pada dasarnya tidak berbeda dengan poket karena sama-sama menggunakan sensor 1/2.5 in. Kamera Sony A200 adalah DSLR entry level dengan sensor APS-C. Dari kedua foto di atas tampak bahwa tidak ada perbedaan signifikan selama intensitas cahaya cukup.

Filter close-up yang dipasang pada Canon SX 20 IS adalah lensa cembung yang diambil dari sebuah lensa lama dan dipasang pada ring filter 52 mm, sehingga bisa dipasang pada thread lensa kamera. Lensa untuk filter ini, bisa juga menggunakan kaca pembesar atau lup. Jadi jika dinilai harganya mungkin Rp 100rb atau kurang.

Motret makro pakai poket? Siapa takut .... :-)
Read More..

Fill-In Flash - Tetap Penting di Siang Hari

Beberapa rekan berpikir bahwa "flash tidak diperlukan untuk foto outdoor siang hari"
Contoh yang berikut ini akan menunjukkan manfaat penggunaan flash pada foto outdoor di siang hari.


 

Latar belakang yang sebagian adalah langit yang masih terang menyebabkan metering dengan mode "Multi Segment" atau "Centre Weighted" dan menghasilkan foto subyek dengan wajah yang gelap seperti dalam foto sebelah kiri. Sebaliknya metering dengan mode "Spot" akan menghasilkan wajah yang cukup terang dengan latar belakang yang pudar akibat over exposure.
Foto sebelah kanan dimbil dengan memaksa Flash menyala dengan teknik fill-in (flash diset pada kondisi On). Flash internal kamera sudah cukup untuk melakukan ini pada jarak subyek maksimal 2,5 meter. Jika jarak subyek lebih dari itu, sebaiknya gunakan flash external.

Read More..

Perspektif dan Komposisi

Catatan ini dibuat setelah memperhatikan 2 buah foto yang diambil pada kesempatan yang sama dengan obyek yang juga sama. Foto tersebut adalah:
1. Foto oleh Irfan A.Tachrir:

















2. Foto 

Saat saya melihat foto yang diupload kang Irfan di halamanfacebook-nya, saya enasaran karena foto itu tampak lebih menarik daripada foto yang saya punya. Awalnya, perbedaan yang paling jelas adalah pada tonal warnanya. Karena penasaran, saya mencoba mengolah sedikit foto yang saya punya agar lebih mendekati tonal warna pada foto Kang Irfan. hasilnya seperti ini:



Dengan tonal yang berdekatan, tampak jelas adanya perbedaan lain yaitu perbedaan komposisi yang dihasilkan dari perbedaan perspektif. Kag Irfan mengambil foto tersebut dari posisi berdiri (lebih tinggi dari model), sehingga lengkungan rel kereta tampak utuh tak terputus dan membentuk frame di sekitar model. Sedangkan saya mengambil foto tersebut dari posisi jongkok, sejajr dengan model yang mengakibatkan terputusnya lengkungan rel kereta karena tertutup oleh badan model.
Kesimpulan: foto Kang Irfan tampil lebih menarik bukan saja karena pilihan tonal warnanya, tetapi karena berhasil menempatkan elemen-elemen dalam foto untuk tampil saling mendukung. Jadi dalam setiap kesempatan pemotretan, eksplorasi berbagai macam angle agar diperoleh hasil yang maksimal.
Read More..

MIRRORLESS – Keluarga Baru Kamera Digital




Para penggemar fotografi akhir-akhir ini memiliki semakin banyak pilihan gear. Jika sebelumnya, telah ada 3 kategori kamera digital, yaitu:
  1.  Kamera kompak / poket: kamera dengan sensor kecil , lensa yang telah menyatu dalam satu system dan kemampuan setting terbatas
  2. Kamera DSLR: kamera dengan sensor besar, keleluasaan setting, dan pilihan berbagai ukuran lensa sesuai kebutuhn (interchangeable lens)
  3. Kamera prosumer: kamera kompak dengan lensa super-zoom dan keleluasaan setting yang hamper setara DSLR (baca blog: Kamera Prosumer )

Sejak tahun 2008, dunia kamera digital dimeriahkan dengan keluarga baru yang dikenal dengan sebutan mirrorless camera.Keluarga ini memiliki system dan cara kerja yang mirip dengan sebuah DSLR, lengkap dengan kemampuan untuk berganti lensa (interchangeable lens) kecuali pada satu komponen, yaitu tidak adanya reflective mirror yang memantulkan cahaya dari lensa ke viewfinder.
Hilangnya komponen mirror menyebabkan tidak adanya optical viewfinder (digantikan oleh electronic viewfinder) dan memungkinkan body kamera menjadi lebih tipis daripada DSLR. Hasilnya adalah kamera-kamera dengan body seukuran kamera kompak (poket) dengan “mata” yang besar. Populasi kamera yang ditandai dengan munculnya Olympus PEN ini telah menjadi semakin padat dengan produk-produk:
  1. Olympus PEN series PEN-EPM1
  2. Panasonic G series GX1
  3. Samasung NX series NX200
  4. Sony NEX series NEX7
  5. Ricoh GX series GXR-A12
  6. Pentax Q series Q
  7. Nikon 1 series V1


Faktor-faktor apa saja yang perlu diperhatikan saat memilih kamera mirrorless ini?

(1)    Desain dan interface
Kamera-kamera mirrorless pada umumnya memiliki desain yang kompak dengan sedikit variasi pada dimensi body-nya, namun memiliki berbagai variasi pada tombol-tombol yang berfungsi sebagai interface antara kamera dan user.
Olympus PEN dan Panasonic G merupakan 2 seri yang memiliki cukup banyak tombol interface  (terasa lebih mirip DSLR) sedangkan Sony NEX mengandalkan internal menu dantouchscreen (terasa seperti kamera kompak) .

(2)    Ukuran sensor
Ukuran sensor kamera mirrorless pada umumnya lebih besar daripada yang dipakai pada kamera kompak, namun pada umumnya lebih kecil daripada DSLR. Ini akan berpengaruh pada kemampuannya memotret dalam kondisi lowlight (highISO). Kamera-kamera dengan sensor yang lebih besar memiliki kemampuan yang lebih baik untuk menekan noise pada kondisilowlight.
Berdasarkan urutan ukuran sensornya Sony NEX, Ricoh GX dan Samsung NX memiliki sensor besar  dengan ukuran APS-C, disusul Olympus PEN dan Panasonic G dengan sensor 4/3, diikuti oleh Nikon 1 dengan sensor CX dan ditutup oleh Pentax Q dengan ukuran sensor 1/2.3” (setara poket dan prosumer)

(3)    Pilihan setting
Kamera-kamera mirrorless memiliki pilihan setting yang setara dengan DSLR entry level hingga enthusiast, dengan bonus berbagai macam art-filter dan olah digital on-board.

(4)    Fitur
Beberapa seri Olympus PEN dan Panasonic G memiliki image stabilizer. Rata-rata kamera mirrorless sudah dilengkapi denganface-detection. Nikon 1 memiliki kemampuan autofocus denganphase-detect maupun contrast-detect.

(5)    Pilihan lensa
Olympus PEN sebagai pelopor keluarga ini memiliki pilihan lensa paling banyak karena dapat menggunakan lensa-lensa dengan mount 4/3 yang digunakan oleh keluarga DSLR Olympus E. Dengan sendirinya, lensa-lensa tersebut dapat digunakan pula oleh Panasonic G. Kamera-kamera mirrorlesslainnya mengandalkan berbagai macam lens adapter untuk dapat menggunakan berbagai lensa. Kombinasi lensa manual jadul dengan body mirrorless dapat diakomodasi dengan menggunakan adapter M42.

(6)    Aksesoris
Aksesoris tambahan pada kamera mirrorless tidaklah sebanyak pada kamera DSLR. Aksesoris yang bias ditambahkan di antaranya adalah flash, GPS, electronic viewfinder. Beberapa jenis kamera mirrorless tidak menyediakan port untuk aksesoris tambahan.

Kombinasi dari dimensi yang kompak, setting yang leluasa, dan kebebasan memilih lensa terdengar sebagai ramuan ideal bagi para fotografer. Apakah ini berarti bahwa era DSLR telah berakhir?
Untuk saat ini, jawabannya adalah “tidak” … atau mungkin“belum”. Setidaknya ada 2 faktor yang masih menjadi penghalang bagi kamera mirrorless, yaitu:

  1. Ukuran sensor yang – pada umumnya – kecil, sehingga foto yang dihasilkan pada kondisi lowlight (high ISO) masih kalah dari DSLR
  2. Keterbatasan fitur dan aksesoris yang masih belum selengkap DSLR


Di samping berbagai keterbatasan lain dalam hal performance dan fitur. Namun demikian, kamera-kamera mirrorless  ini juga mamiliki kelebihan yang akan sangat menguntungkan jika dimanfaatkan dengan tepat sebagaimana pengalaman kawan saya yang ditulis dalam catatan dihttp://www.blibli.com/camera-promo/review.html

Selanjutnya …. Terserah Anda :-D

Bacaan lebih lanjut:
http://www.digitalcamera-hq.com/search/mirrorless
Read More..

Arogansi Pemotret dan Etika Fotografi


Kejadian yang selalu terulang dan membuat sedih adalah ketika ada upacara keagamaan yang menarik untuk difoto seperti Waisak di Candi Borobudur dan pelaksanaan Shalat Ied di beberapa tempat khusus yang spesifik dan lain daripada yang lain. Juga beberapa perayaan adat lain.
Biasanya prosesi ini akan menarik minat para pemotret untuk mengabadikannya dalam bentuk foto. Tapi yang paling parah adalah upacara Waisak di Borobudur. Tidak seperti 15 tahun yang lalu ketika saya meliput upacara di Candi Budha terbesar di Asia Tenggara ini. Waktu itu masih sedikit pemotret dan masih santun dan menghargai prosesi upacara ini.
Setelah era digital, dan hoby fotografi menjadi murah, akhir-akhir ini jumlah pemotret di Candi Borobudur membludak. Seolah-olah kegiatan fotografi ini sudah menjadi bagian dari ritual Waisak ini sendiri. Celakanya para pemotret ini sudah tidak lagi menghargai prosesi keagamaan ini, seolah-olah para jemaat yang sedang berdoa ini menjadi obyek wisata yang dengan seenaknya bisa difoto secara frontal.
Para Bikhu yang sedang melakukan ibadah ini sudah mulai terganggu dengan polah ribuan pemotret yang berebut mencari momen. Bahkan beberapa ada yang sengaja melanggar batas dan memotret mereka hadap-hadapan, tanpa sopan santun dan etika sama sekali. Kadang menggunakan lensa normal, seperti mau memotret makro wajahnya saja.
Selain di Borobudur, kasus serupa sering juga terjadi ketika Shalat Ied di Sunda Kelapa. Kasusnya sama, umat Muslim yang sedang beribadah diganggu oleh para pemotret.
Selain upacara keagamaan, beberapa upacara adat di beberapa daerah pun demikian.
Kadang beberapa bulan kemudian foto-foto tersebut kemudian muncul di Kalender, iklan, atau media lainnya. Beberapa juga ada yang menang lomba foto dan mendapat hadiah sampai jutaan rupiah. Pertanyaan saya, apakah ketika memotret mereka meminta izin dan memberitahukan penggunaan foto ini ke depan.
Sesuai UU Hak Cipta, foto yang menampilkan orang berapapun jumlahnya harus mendapat izin dari orang yang ada dalam foto tersebut. Jika kemudian tanpa izin dan dituntut maka pemotret bisa kena sanksi pidana penjara dan/atau denda.
Tapi buat saya, yang memprihatinkan bukan masalah pelanggaran hak ciptanya, tapi masalah etika para pemotret yang sudah dalam taraf mengganggu orang yang difoto, terutama dalam upacara keagamaan.
Read More..

Nokia 808 PureView, Smartphone dengan Inovasi Imaging


Smartphone hasil kerjasama dengan Microsoft Windows ini mulai dirilis di Indonesia sejak Kamis (7/6) dengan harga Rp6.500.000 nokia 808 pureview,smartphone,41 megapiksel,fotografi,symbianNokia 808 PureView (Ilham Krismansyah)
Setelah menggebrak dengan seri Lumia 900 hingga 610, Nokia kembali melepas produk smartphone teranyar, Nokia 808 PureView. Tipe terakhir disebut mengedepankan teknologi smartphone imaging dengan penyatuan sensor performa tinggi, lensa Carl Zeiss, dan algoritma pencitraan.
Nokia 808 Pureview memiliki sensor resolusi hingga 41 MP dan teknologi pixel oversampling. Teknologi ini memungkinkan zoom tanpa kehilangan kualitas gambar. Serta kemampuan untuk menggabungkan tujuh piksel menjadi satu piksel untuk gambar yang paling jelas. “Teknologi PureView telah menjadi standar baru dalam hal performa pencitraan di industri smartphone,” ujar Martin Chirotarrab, President Director Nokia Indonesia, di Jakarta, Kamis (7/6).
Smartphone hasil kerjasama dengan Microsoft Windows ini mulai dirilis di Indonesia sejak Kamis (7/6) dengan harga Rp6.500.000. Dikatakan Triari Senawirawan sebagai Lead Marketing and Brand Communications Manager Nokia, “PureView adalah kemampuan hasil foto yang high quality dari kamera 41 megapiksel, namun ukuran file di bawah 3MB tetapi hasil foto dan detail tetap bagus.”
Nokia 808 PureView memiliki viewfinder ukuran 16:9 dan LED untuk rekaman video. Spesifikasi lainnya menunjukan betapa Nokia tipe ini sangat mengandalkan imaging sebagai kelebihannya. Seperti Xenon flash yang beroperasi dengan jangkauan 3,5 meter. Tiga kali perbesaran untuk gambar diam, auto fokus, dan touch to focus.
Mode fokusnya pun terbagi tiga: hyperfocal, macro, infinity dan auto. Jangkauan fokus mulai dari 15 sentimeter hingga tak terbatas. Serta makro fokus 15-50 sentimeter. Sedangkan di bagian prosesor, Nokia 808 PureView memiliki RAM 512MB dan 1.3GHz single-core SoC.
Namun, dalam review yang dilakukan The Verge, Nokis 808 Pureview masih memiliki kekurangan dalam hal Operating System (OS). Nokia masih menggunakan Symbian sebagai OS dalam produknya dan inilah yang sebagai kelemahan ketika browsing.
“Sebaik apa pun Nokia menyatakan sudah melakukan pengembangan Symbian, OS ini masih tidak kami rekomendasikan digunakan dalam jangka waktu tertentu,” tulis The Verge dalam situsnya.
Read More..

Kecintaan pada Indonesia dalam Jepretan Kamera



indonesia,merah putih
Indonesia dan alam. Meru/fotokita.net

Tema cinta Indonesia dipilih karena menggambarkan kecintaan kita sebagai WNI, baik yang tinggal di kota besar maupun di pelosok.

Ekspresi kecintaan terhadap Indonesia dapat diwujudkan dalam bentuk karya foto. Untuk itulah Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) melalui Direktorat Jenderal Ekonomi Kreatif Pengembangan Seni Rupa melaksanakan lagi lomba dan pameran foto, yang pada tahun ketiga ini bertema “Cinta Indonesia, dari Mata ke Hati”.
Dalam jumpa pers di Gedung Sapta Pesona Kemenparekraf, Selasa (26/6), Menteri Mari Elka Pangestu menyatakan, lomba foto yang digagas oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ini menjadi bagian acara dalam memeriahkan Hari Kemerdekaan RI. Dalam lomba ini terdapat tiga kategori: pelajar, mahasiswa, dan umum.
tari tortor,sumatra utara
Tari Tor-tor dari Sumatra Utara. Tarian ditampilkan dengan maksud membangkitkan jiwa yang ada dalam diri manusia. (Feri Latief)
Menurut Dirjen Nilai Budaya, Seni, dan Film (NBSF) Kemenparekraf Ukus Kuswara, tema cinta Indonesia tersebut pun dipilih karena menggambarkan kecintaan kita sebagai WNI, baik yang tinggal di kota besar maupun di pelosok. “Tentang bagaimana mencintai tanah air kita dan warganya, keadaannya, budaya, adat istiadat, kebiasaan, dan lain-lain yang menjadi jati diri bangsa. Keunikan dan keanekaragaman ini, melalui suatu pemikiran kreatif dan matang, akan menghasilkan,” jelasnya.
“Lomba ini juga sebagai proses apresiasi. Tahun ini lomba difokuskan lebih banyak ke daerah terutama Indonesia Timur. Kami melakukan sosialisasi berupa workshopdemi workshop agar makin banyak peserta daerah yang ikut. Sebab yang ingin dicapai justru perbendaharaan foto yang baru, dari seluruh Indonesia,” ujar Mari.
Sementara salah satu dewan juri dari harian Kompas, Arbain Rambey, menuturkan, sekarang ini kiblat fotografi Indonesia bisa dikatakan berpusat di sejumlah kota di Jawa seperti Jakarta, Bandung, Surabaya, Yogyakarta, Semarang atau secara luas, Makassar. Namun, potensi daerah-daerah lain tidak kalah.
“Saya yakin ini semata-mata karena informasi yang belum sampai, buktinya fotografer-fotografer dari Jawa itu pun berburu ke daerah semacam Wakatobi, Papua,” sambung Arbain.
bawah laut,indonesia
Giordano Cipriani/SOPA/Corbis
Helmi, Kepala Taman Budaya Lampung, berpendapat sebaiknya workshop secara berkala, misalnya tiga atau enam bulan sekali. Untuk pengembangan seni fotografi. “Kiranya workshop semacam ini bisa diselenggarakan tidak hanya saat lomba atau pameran foto. Saya harapkan pesertanya dari Lampung juga banyak,” ungkap Helmi yang direkam dalam sebuah workshop saat tim Kemenparekraf mengunjungi kota Lampung.
Pengiriman karya yang telah dimulai pada bulan April 2012 akan ditutup tanggal 27 Juli 2012. Untuk informasi lengkap ketentuan lomba dapat diperoleh dengan mengunjungi situs resmi Kemenparekraf di www.parekraf.go.id
Read More..

Berita Populer