Indonesia dan alam. Meru/fotokita.net
Tema cinta Indonesia dipilih karena menggambarkan kecintaan kita sebagai WNI, baik yang tinggal di kota besar maupun di pelosok.
Ekspresi kecintaan terhadap Indonesia dapat diwujudkan dalam bentuk karya foto. Untuk itulah Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) melalui Direktorat Jenderal Ekonomi Kreatif Pengembangan Seni Rupa melaksanakan lagi lomba dan pameran foto, yang pada tahun ketiga ini bertema “Cinta Indonesia, dari Mata ke Hati”.
Dalam jumpa pers di Gedung Sapta Pesona Kemenparekraf, Selasa (26/6), Menteri Mari Elka Pangestu menyatakan, lomba foto yang digagas oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ini menjadi bagian acara dalam memeriahkan Hari Kemerdekaan RI. Dalam lomba ini terdapat tiga kategori: pelajar, mahasiswa, dan umum.
Tari Tor-tor dari Sumatra Utara. Tarian ditampilkan dengan maksud membangkitkan jiwa yang ada dalam diri manusia. (Feri Latief)
Menurut Dirjen Nilai Budaya, Seni, dan Film (NBSF) Kemenparekraf Ukus Kuswara, tema cinta Indonesia tersebut pun dipilih karena menggambarkan kecintaan kita sebagai WNI, baik yang tinggal di kota besar maupun di pelosok. “Tentang bagaimana mencintai tanah air kita dan warganya, keadaannya, budaya, adat istiadat, kebiasaan, dan lain-lain yang menjadi jati diri bangsa. Keunikan dan keanekaragaman ini, melalui suatu pemikiran kreatif dan matang, akan menghasilkan,” jelasnya.
“Lomba ini juga sebagai proses apresiasi. Tahun ini lomba difokuskan lebih banyak ke daerah terutama Indonesia Timur. Kami melakukan sosialisasi berupa workshopdemi workshop agar makin banyak peserta daerah yang ikut. Sebab yang ingin dicapai justru perbendaharaan foto yang baru, dari seluruh Indonesia,” ujar Mari.
Sementara salah satu dewan juri dari harian Kompas, Arbain Rambey, menuturkan, sekarang ini kiblat fotografi Indonesia bisa dikatakan berpusat di sejumlah kota di Jawa seperti Jakarta, Bandung, Surabaya, Yogyakarta, Semarang atau secara luas, Makassar. Namun, potensi daerah-daerah lain tidak kalah.
“Saya yakin ini semata-mata karena informasi yang belum sampai, buktinya fotografer-fotografer dari Jawa itu pun berburu ke daerah semacam Wakatobi, Papua,” sambung Arbain.
Giordano Cipriani/SOPA/Corbis
Helmi, Kepala Taman Budaya Lampung, berpendapat sebaiknya workshop secara berkala, misalnya tiga atau enam bulan sekali. Untuk pengembangan seni fotografi. “Kiranya workshop semacam ini bisa diselenggarakan tidak hanya saat lomba atau pameran foto. Saya harapkan pesertanya dari Lampung juga banyak,” ungkap Helmi yang direkam dalam sebuah workshop saat tim Kemenparekraf mengunjungi kota Lampung.
Pengiriman karya yang telah dimulai pada bulan April 2012 akan ditutup tanggal 27 Juli 2012. Untuk informasi lengkap ketentuan lomba dapat diperoleh dengan mengunjungi situs resmi Kemenparekraf di www.parekraf.go.id
Tidak ada komentar:
Posting Komentar