Laman

Jumat, 07 September 2012

Arogansi Pemotret dan Etika Fotografi


Kejadian yang selalu terulang dan membuat sedih adalah ketika ada upacara keagamaan yang menarik untuk difoto seperti Waisak di Candi Borobudur dan pelaksanaan Shalat Ied di beberapa tempat khusus yang spesifik dan lain daripada yang lain. Juga beberapa perayaan adat lain.
Biasanya prosesi ini akan menarik minat para pemotret untuk mengabadikannya dalam bentuk foto. Tapi yang paling parah adalah upacara Waisak di Borobudur. Tidak seperti 15 tahun yang lalu ketika saya meliput upacara di Candi Budha terbesar di Asia Tenggara ini. Waktu itu masih sedikit pemotret dan masih santun dan menghargai prosesi upacara ini.
Setelah era digital, dan hoby fotografi menjadi murah, akhir-akhir ini jumlah pemotret di Candi Borobudur membludak. Seolah-olah kegiatan fotografi ini sudah menjadi bagian dari ritual Waisak ini sendiri. Celakanya para pemotret ini sudah tidak lagi menghargai prosesi keagamaan ini, seolah-olah para jemaat yang sedang berdoa ini menjadi obyek wisata yang dengan seenaknya bisa difoto secara frontal.
Para Bikhu yang sedang melakukan ibadah ini sudah mulai terganggu dengan polah ribuan pemotret yang berebut mencari momen. Bahkan beberapa ada yang sengaja melanggar batas dan memotret mereka hadap-hadapan, tanpa sopan santun dan etika sama sekali. Kadang menggunakan lensa normal, seperti mau memotret makro wajahnya saja.
Selain di Borobudur, kasus serupa sering juga terjadi ketika Shalat Ied di Sunda Kelapa. Kasusnya sama, umat Muslim yang sedang beribadah diganggu oleh para pemotret.
Selain upacara keagamaan, beberapa upacara adat di beberapa daerah pun demikian.
Kadang beberapa bulan kemudian foto-foto tersebut kemudian muncul di Kalender, iklan, atau media lainnya. Beberapa juga ada yang menang lomba foto dan mendapat hadiah sampai jutaan rupiah. Pertanyaan saya, apakah ketika memotret mereka meminta izin dan memberitahukan penggunaan foto ini ke depan.
Sesuai UU Hak Cipta, foto yang menampilkan orang berapapun jumlahnya harus mendapat izin dari orang yang ada dalam foto tersebut. Jika kemudian tanpa izin dan dituntut maka pemotret bisa kena sanksi pidana penjara dan/atau denda.
Tapi buat saya, yang memprihatinkan bukan masalah pelanggaran hak ciptanya, tapi masalah etika para pemotret yang sudah dalam taraf mengganggu orang yang difoto, terutama dalam upacara keagamaan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Berita Populer